Ads 468x60px

Labels

Rotating X-Steel Pointer

Minggu, 19 Februari 2012

Kapan Harus Jihad

Harusnya hari ini aku sekolah, tapi karena baru pulang dari Jogja dan dikasih kebebasan buat bolos, so why not? *modus pelajar* Ahaha.
Anyway, minggu ini dapat tugas yang cukup menantang, dan buat aku, interesting enough: bikin ceramah. Saatnya recalling memory tentang hadis-hadis yang udah cukup lama nggak dibuka lagi. Waktu asik-asiknya ngetik ini tugas, tiba-tiba keingetan blog dan suddenly decided to post this into my blog. Temanya tentang masalah jihad, sekalian nih buat ngebenerin paradigmanya bangsa Indonesia -kalau kebetulan ada yang baca- tentang jihad yang udah nyengcle nggak karu-karuan. Kalo yang udah tau, yaudah sih, cuma buat references aja. Hehe. So this, and please enjoy :D



Kapan Harus Berjihad?


Ingat dengan peristiwa 11 September 2001? Dua gedung WTC, bangunan pencakar langit di Washington DC meledak dahsyat dan hancur rata dengan tanah karena ditabrak dua pesawat komersil yang dipiloti dua orang nekat. Pada waktu yg hampir bersamaan, gedung pertahanan militer AS juga dijatuhi pesawat yang sarat dengan penumpang. Amerika menuduh peristiwa 11 September yang menelan ribuan nyawa dan harta benda jutaan dolar AS itu ulah teroris yang mengatasnamakan ‘jihad’ Islam, Osama bin Laden dan organisasinya, Al Qaeda.
Tidak hanya itu, negeri kita yang mayoritas WN-nya adalah muslim pun diguncang oleh bom berkekuatan besar di Bali pada 12 Oktober 2002. Ratusan manusia pun menjadi korban. Perhatian dunia pun terarah pada Indonesia, sehingga Indonesia pun dituduh menjadi sarang teroris di Asia Tenggara yang dikelola oleh organisasi Jamaah Islamiyah , yang diduga, memiliki hubungan dengan Al Qaeda, dengan melakukan ‘jihad’ demi tegaknya Islam.


Pertanyaannya, benarkah Islam mengajarkan jihad seperti itu?


Memang sih, kita merasa risih jika agama kita dituduh sebagai agama teroris, agama yang selalu menonjolkan ‘jihad’ dan kekerasan. Padahal, Islam yang diajarkan Rasulullah SAW adalah agama yang sangat menghargai kehidupan dan mengutuk orang yang membunuh – bahkan seekor semut sekalipun – tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat.
Secara bahasa, kata jihad itu berarti bersungguh-sungguh. Selain itu, ada kata ‘ijtihad’ dan ‘mujahadah’ yang memiliki akar kata dan arti yang sama. Secara istilah, jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh, baik dalam arti melawan musuh (nyata) atau hawa nafsu (tak nyata). Ijtihad adalah melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk menggali suatu keputusan hukum berdasarkan prinsip yang dibenarkan oleh syariat. Mujahadah adalah usaha seseorang untuk mendekatkan diri pada Allah. Ketiga kata itu mempunyai keterkaitan yang saling dekat dan saling menunjang, ketiganya harus berjalan bersamaan dan tidak ada yang lebih menonjol.

Makanya, kalau ada orang Islam yang selalu menonjolkan aspek jihad dalam arti perang saja, maka sesungguhnya dia nggak fair sama ajaran Islam itu sendiri. Bahkan bisa merusak citra Islam. Apalagi pengertian jihad yang mereka pahami sangatlah sempit, seperti penghancuran tempat ibadah orang nonmuslim, pengeboman gedung yang dimiliki orang beda agama, dan menculik para turis asing yang sebenarnya nggak tahu menahu soal politik, dll.

Pengertian jihad yang diartikan perang oleh Islam itu memili syarat yang sangat ketat dan dalam kondisi yang amat mendesak. Umat Islam tidak boleh menyerang tiba-tiba musuh yang tidak mengganggu atau menyalahi kesepakatan bersama atas nama jihad. Rasulullah pernah member peringatan keras tentang hal ini: “Barang siapa dari umatku memerangi orang nonmuslim tanpa alas an yang dibenarkan, maka ia bukan termasuk golonganku”.

 Islam tidak mencari musuh, tapi kalau ketemu musuh harus siap berperang tak takut mati maju terus pantang mundur. Nah, yang disebut musuh dan boleh diperangi atas nama jihad fi sabilillah adalah mereka, baik organisasi atau negara, yang menyerang Islam secara Fisik karena kebenciannya terhadap Islam. Bukan semua golongan nonmuslim dapat diperangi atas nama jihad. Harusnya pengertian jihad juga diimbangi dengan pengertian yang luas, yaitu berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan kalimat Allah melalui strategi cerdas dan tanpa harus berperang.

Yang tak kalah penting adalah jiwa menahan hawa nafsu. Ketika pulang dari Perang Badar, Rasulullah pernah bersabda kepada sahabat: “Kalian akan menghadapi jihad yang lebih besar setelah perang ini.” Kemudian para sahabat bertanya: ‘Bukankah perang yang baru saja kita lewati merupakan jihad paling besar?”. Rasul menjawab: “Tidak, jihad yang paling besar adalah menahan hawa nafsu.”

Bagaimana mungkin menegakkan kalimat Allah jika kita sendiri nggak mampu mengendalikan amarah, sikap sombong, riya, dengki, ghibah, dsb? Dalam sebuah hadits disebutkan, ada seorang sahabat Nabi yang rajin berperang melawan kafir Quraisy. Suatu ketika, dia terbunuh dalam satu pertempuran. Kemudian para sahabat lainnya mengagumi dan berharap bisa meniru sahabat tersebut sebagai asy syahid. Tapi, Rasulullah berkata: “Tidak, dia adalah penghuni neraka karena surban yang dipakainya hasil mencuri dari harta rampasan perang.” Kemudian, para sahabat mengerti bahwa sahabat yang meninggal tersebut ikut berperang karena memiliki tujuan lain: harta.
Karenanya, kita harus pandai-pandai meletakkan konsep jihad. Jangan sampai ikut-ikutan dengan penuh emosi dan dendam, lalu akhirnya mati sia-sia. Lebih baik kita berjihad Dengan cara lain tanpa harus memanggul senjata, tanpa pedang, tanpa bom, dan tanpa membunuh. Perangilah hawa nafsu (Jihadun nafsi), tingkatkan kualitas hidup (ijtihad), dan dekatkanlaj jiwa pada Allah Maha Kuasa (mujahadah).


Wey! Menurut aku -ini sih cuma menurut aku- bagus isinya. Logically proved gitu lho! Anyway, this article is taken from Thobieb Al Asyhar's Book. Judulnya Fikih Gaul. Aku lupa beli buku itu dimana, dan kapan belinya pun nggak inget. But this was one of my favorite book, just before going to senior high school and find that I could gain more from 'mentoring'.  Terbitan PT. Syaamil Cipta Media, 2005.

 

0 komentar:

Posting Komentar

Also Read The Other Article:
Langganan
Get It